Rekonsiliasi Politik ala Khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib
Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Khalifah Rasyidah kelima, menunjukkan teladan luar biasa dalam menjalankan kepemimpinannya demi persatuan umat Islam. Pada tahun 41 H, enam bulan setelah dilantik sebagai Khalifah, Muawiyah memproklamirkan diri sebagai khalifah. Hasan mengambil langkah berani untuk merealisasikan rekonsiliasi yang mengakhiri perpecahan antara umat Islam.
Illustrasi zaman khilafah |
Kelembutan dan kebijaksanaan Hasan terpancar saat dia mengirim utusan kepada Mu'awiyah, pemimpin saingannya, untuk menyerahkan kekuasaan. Hasan menetapkan syarat-syarat yang bertujuan menjaga keadilan dan mencegah pertumpahan darah lebih lanjut.
Persyaratan ini mencakup pengembalian kekuasaan kepada Hasan setelah wafatnya Mu'awiyah, tidak menuntut apapun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak atas masa pemerintahan ayahandanya, serta pembayaran hutang-hutang Hasan.
Mu'awiyah setuju dengan syarat-syarat tersebut, dan rekonsiliasi politik yang kemudian dikenal sebagai 'Am al-Jama'ah terjadi. Keputusan Hasan untuk mengorbankan kekuasaannya demi kemaslahatan umat Islam menjadi tonggak penting dalam sejarah dan fikih Islam.
Mukjizat Hasan terwujud dalam pernyataannya yang penuh hikmah, "Sesungguhnya seluruh bangsa Arab telah berada di bawah telapak tanganku, mereka akan memerangi siapa saja yang aku perangi, dan akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai denganku. Namun, saya biarkan mereka demi mencari ridha Allah, dan mencegah terjadinya pertumpahan darah di antara sesama umat Muhammad."
Tindakan Hasan tidak hanya menunjukkan kebijaksanaan dalam berpolitik, tetapi juga membuktikan bahwa seorang pemimpin sah dapat mundur demi kepentingan umum. Rekonsiliasi ini memberikan legitimasi pada kekuasaan Mu'awiyah, dan Hasan memilih untuk hidup sederhana di Madinah.
Namun, kisah Hasan tidak berakhir di sana. Meskipun hidup singkat, jasa Hasan menciptakan perdamaian yang diidamkan dan mengakhiri perpecahan besar dalam umat Islam. Wafatnya Hasan bin Ali bin Abi Thalib pada tahun 49 H, lebih dahulu dari Mu'awiyah, memberikan catatan emas dalam sejarah Islam.
Kesetiaan Hasan pada prinsip-prinsip Islam dan pengorbanannya untuk persatuan umat menjadi warisan yang tak ternilai. Pemimpin yang cerdas, penyabar, dan berkomitmen seperti Hasan bin Ali bin Abi Thalib memberikan inspirasi bagi generasi setelahnya untuk memperjuangkan persatuan dan keadilan dalam bingkai ajaran Islam.