Puisi-puisi tentang Kerinduan - Sebuah Apresiasi bagi Para Penyair Muda
Puisi tentang kerinduan. Apa yang terfikir ketika kita mendengar kalimat tentang puisi kerinduan? Kita akan langsung memberi gambaran, bahwa kerinduan itu menyangkut tentang rasa ingin berjumpa sesuatu atau seseorang yang didambakan. Keindahan mendamba atau merindu akan makin bertambah jika dinyatakan dalam bait-bait puisi indah. Ya puisi tentang kerinduan.
Dalam Rindu,
Pagi bergulir tanpa ragu
mengetuk jiwa menepis belenggu
Kupasrah doa dan harapan Berharap lautan dosa segera terampunkan
Dhuhaku,
Kau tahu..
Arca jiwa ini resah tak kenang mengharap ,
Kau datang hadirkan kedamaian
Mengalunkan simponi indah
Menjuntai permata kerinduan
Dhuhaku,
Kau tekuni langkahku di serambi waktu
Bersa'i antara fajar subuh hingga dhuha menyapa rindu
Bertafakur dalam dalam
Hingga lautan doa terselam
Dhuhaku bergelora
Seuntai kasih menyapa
Hingga kerinduan tersapa
Terjuntai cinta dalam mahligai aksaraNya
Bertahtakan mawaddah jadi perisainya
Berbantalkan kedinginan malam
Gelap,pekat ... bercadarkan butiran pasir pantai
Dihembus sang bayu kerinduan
...dingin menampar pipi si jelita
Desiran angin yg bertiup kencang tidak terasa dek ombak cinta yang kian bergelora
Pulanglah jelita
Ke alam nyata yang lebih bermakna
Berpaksikan syahadah pada Yang Maha Esa
Bernaungkan keagungan cinta Pencipta
Daripada jatuh tersungkur di kaki si egois
Layaknya seperti seorang pengemis
Seharusnya kamu optimis
Hentikan tangis!
Kak,
Entah pada debur ke berapa aku memasung rindu pada setiap temu yang berakhir pilu
Menyesap bau asin garam ombak di lanun
Atau mencoba berenang dan tenggelam bersama kata yang tak sempat menjadi utuh karena terlalu penuh
Kerana sepasang saling hanya akan berakhir asing
Pun dengan ombak yang mengecup bergantian pasir pantai
Membawa arus kerinduan agar pecah pada aksara sagara
Yakin kita hanya menemukan ingin
Bukan pada kenyataan pasti
Hingga puisi kedua hanya berujung kalimat pembeda
Kau, Kasih
Merupa bilangan satu tiga empat lima hingga tak terhingga
Dan tidak ada yang bisa menduakan kisah kita
Yang telah binasa
Di hamparan sawah kering kerinduan
Angin mendesaukan bisik kepedihan
Meluruhkan dedaun kusam kenangan
Gemerisik daun dan nyanyian embun
Takkah pagi selalu membuatmu tertegun
Rindu kian tertimbun
Karya : revolt heart
Hujan hanya
membawa kerinduan
Tak ada percakapan
yang terlampau dini
Secangkir pagi
pada segelas kopi
Di meja kayu,
Duduk di kursi
Buku-buku
Cintakah
Aku?
siang itu awan murung
gelap, hitam pekat seperti kopimu
ia ingin bicara
namun tak yakin rindunya kali ini diterima
bukan pada bumi
tetapi pada seseorang yang sedang bergegas pulang
entah pulang ke rumah
atau pulang pada hati yg telah ia sematkan
awan itu berdendang
sama sekali tidak merdu
lebih mirip suara guntur
sesekali berteriak
berteriak
kali ini rindunya tak terbendung
menangislah awan itu
air matanya turun
mengalir pada atap payung
seseorang itu rupanya telah bernaung
sembari bersandar pada bahu kekasihnya
ternyata dia pulang pada hati yg telah ia sematkan
makin deras airmata sang awan
hingga air matanya habis
seseorang bersandar pada bahu kekasihnya itu tersenyum
ternyata senyumnya bukan untuk airmata kerinduan yg telah reda
ada pelangi samar-samar
sang awan pergi
dunianya bukan tentang dia lagi
ku titipkan pena tak bertuan,
berharap diteteskannya tinta pada buku tak berjudul
berisi sajak usang
bertema kerinduan
menyisakan sebuah perpisahan
di malam tak berbulan
Air danau yang kau kirim ke kota-kota
cukuplah menyejukkan lorong-lorong,
sementara manusia tumbuh di lampu-lampu jalanan
menyalakan sejarah masa kecilku
akankah sungai diseberangkan pula
oleh perahu pengembara, ke kota-kota
Sesuap nasi mengalir di matamu,
sebagaimana perahu masa kecilku juga,
yang lapar sungai kerinduan,
namun dalam perutku
berdiri kota-kota pendakian
yang kesekian
Seperti kota-kota lain, aku juga mengarang novel
hingga hafal perkampungan paling jauh
seperti kampung masa kecilku pula
yang tidur di surau seharian
tak makan apa-apa seharian
Seperti kota-kota lain, aku juga mementaskan teater
supaya bisa pulang ke masa kecilku
bermain tembak-tembakkan dengan bebas,
seperti kota-kota yang menghamilimu
lenyap dari sejarah
kemanusiaan dan kerinduan
Orang-orang pun bicara dengan bahasa isyarat
Sebelum kota-kota padam
mengusir masa kecilku.
Kali ini saya pun kembali menyajikan puisi-puisi, puisi-puisi tentang kerinduan. Karya sastra yang tersaji, merupakan karya para penyair muda yang masih bergelora, menuangkan segenap rasa, pemikiran, ataupun pengalamannya dalam bait indah puisi. Selamat menikmati dan menyelami makna dari setiap kata, dalam sajian puisi tentang kerinduan.
Puisi-puisi tentang Kerinduan
Daftar Isi
Untaian Rindu dalam Dhuhaku
Karya: Khanza Aulia AzzahraDalam Rindu,
Pagi bergulir tanpa ragu
mengetuk jiwa menepis belenggu
Kupasrah doa dan harapan Berharap lautan dosa segera terampunkan
Dhuhaku,
Kau tahu..
Arca jiwa ini resah tak kenang mengharap ,
Kau datang hadirkan kedamaian
Mengalunkan simponi indah
Menjuntai permata kerinduan
Dhuhaku,
Kau tekuni langkahku di serambi waktu
Bersa'i antara fajar subuh hingga dhuha menyapa rindu
Bertafakur dalam dalam
Hingga lautan doa terselam
Dhuhaku bergelora
Seuntai kasih menyapa
Hingga kerinduan tersapa
Terjuntai cinta dalam mahligai aksaraNya
Bertahtakan mawaddah jadi perisainya
Dihembus Sang Bayu Kerinduan
Karya : @Rynz211Berbantalkan kedinginan malam
Gelap,pekat ... bercadarkan butiran pasir pantai
Dihembus sang bayu kerinduan
...dingin menampar pipi si jelita
Desiran angin yg bertiup kencang tidak terasa dek ombak cinta yang kian bergelora
Pulanglah jelita
Ke alam nyata yang lebih bermakna
Berpaksikan syahadah pada Yang Maha Esa
Bernaungkan keagungan cinta Pencipta
Daripada jatuh tersungkur di kaki si egois
Layaknya seperti seorang pengemis
Seharusnya kamu optimis
Hentikan tangis!
Memasung Rindu pada Setiap Temu
Karya : RinaHeningNnaKak,
Entah pada debur ke berapa aku memasung rindu pada setiap temu yang berakhir pilu
Menyesap bau asin garam ombak di lanun
Atau mencoba berenang dan tenggelam bersama kata yang tak sempat menjadi utuh karena terlalu penuh
Kerana sepasang saling hanya akan berakhir asing
Pun dengan ombak yang mengecup bergantian pasir pantai
Membawa arus kerinduan agar pecah pada aksara sagara
Yakin kita hanya menemukan ingin
Bukan pada kenyataan pasti
Hingga puisi kedua hanya berujung kalimat pembeda
Kau, Kasih
Merupa bilangan satu tiga empat lima hingga tak terhingga
Dan tidak ada yang bisa menduakan kisah kita
Yang telah binasa
Di Hamparan Sawah Kerinduan
Karya : Ani TyasDi hamparan sawah kering kerinduan
Angin mendesaukan bisik kepedihan
Meluruhkan dedaun kusam kenangan
Gemerisik daun dan nyanyian embun
Takkah pagi selalu membuatmu tertegun
Rindu kian tertimbun
Rindu
Karya : revolt heart
Hujan hanya
membawa kerinduan
Tak ada percakapan
yang terlampau dini
Secangkir pagi
pada segelas kopi
Di meja kayu,
Duduk di kursi
Buku-buku
Cintakah
Aku?
Rindu yang Tertumpah untuk Siapa?
Karya : maulidasiang itu awan murung
gelap, hitam pekat seperti kopimu
ia ingin bicara
namun tak yakin rindunya kali ini diterima
bukan pada bumi
tetapi pada seseorang yang sedang bergegas pulang
entah pulang ke rumah
atau pulang pada hati yg telah ia sematkan
awan itu berdendang
sama sekali tidak merdu
lebih mirip suara guntur
sesekali berteriak
berteriak
kali ini rindunya tak terbendung
menangislah awan itu
air matanya turun
mengalir pada atap payung
seseorang itu rupanya telah bernaung
sembari bersandar pada bahu kekasihnya
ternyata dia pulang pada hati yg telah ia sematkan
makin deras airmata sang awan
hingga air matanya habis
seseorang bersandar pada bahu kekasihnya itu tersenyum
ternyata senyumnya bukan untuk airmata kerinduan yg telah reda
ada pelangi samar-samar
sang awan pergi
dunianya bukan tentang dia lagi
Kutitipkan Pena tuk Melukis Kerinduan
Pengirim: Arunikaku titipkan pena tak bertuan,
berharap diteteskannya tinta pada buku tak berjudul
berisi sajak usang
bertema kerinduan
menyisakan sebuah perpisahan
di malam tak berbulan
Sebelum Kota-kota Padam
Karya Ezathabry HusanoAir danau yang kau kirim ke kota-kota
cukuplah menyejukkan lorong-lorong,
sementara manusia tumbuh di lampu-lampu jalanan
menyalakan sejarah masa kecilku
akankah sungai diseberangkan pula
oleh perahu pengembara, ke kota-kota
Sesuap nasi mengalir di matamu,
sebagaimana perahu masa kecilku juga,
yang lapar sungai kerinduan,
namun dalam perutku
berdiri kota-kota pendakian
yang kesekian
Seperti kota-kota lain, aku juga mengarang novel
hingga hafal perkampungan paling jauh
seperti kampung masa kecilku pula
yang tidur di surau seharian
tak makan apa-apa seharian
Seperti kota-kota lain, aku juga mementaskan teater
supaya bisa pulang ke masa kecilku
bermain tembak-tembakkan dengan bebas,
seperti kota-kota yang menghamilimu
lenyap dari sejarah
kemanusiaan dan kerinduan
Orang-orang pun bicara dengan bahasa isyarat
Sebelum kota-kota padam
mengusir masa kecilku.
Demikian sajian sederhana puisi-puisi tentang kerinduan. Semoga kita bisa menggali makna dan hikmahnya.