Shalat harus menghadap Ka'bah atau Cukup Arah Ka'bah?
Dalam hal ini pendapat mereka ada dua macam:
1. Mazhab Syafii dan orang-orang yang sepaham dengan mereka berpendapat: Untuk orang yang melihat Ka'bah, ia wajib benar-benar menghadap Ka'bah itu ('ain Ka'bah).
Tetapi orang yang jauh dari Ka'bah, wajib atasnya menyengaja menghadap 'ain Ka'bah, walaupun pada hakikatnya ia hanya menghadap ke jihat (arah) Ka'bah.
2. Mazhab Hanafi dan orang-orang yang sependapat dengan mereka, mengemukakan bahwa orang yang melihat Ka'bah dan memungkinkan menghadap 'ain Ka'bah wajib menghadap Ka'bah itu sungguh-sungguh, tetapi bagi orang yang jauh cukuplah menghadap ke jihat (arah) Ka'bah itu saja.
Masing-masing golongan (mazhab) tersebut beralasan dengan surat Al Baqarah: 144.
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan."
Penjelasan Cara Menghadap Kiblat
1. Orang yang berada di Mekah dan memungkinkan menghadap Ka'bah, ia wajib menghadap Ka'bah sungguh-sungguh.
2. Orang yang berada di lingkungan masjid Nabi di Madinah, wajib mengikuti mihrab masjid itu; sebab mihrab masjid itu ditentukan oleh wahyu, maka dengan sendirinya tepat menghadap ke Ka'bah.
3. Orang yang jauh dari Ka'bah sah menghadap ke jihat Ka'bah.
Alasannya yaitu:
1. Menurut arti yang terkandung dalam surat Al-Baqarah: 144 tersebut di atas.2. Hadis Ibnu Umar.
Dari Ibnu Umar. Ia berkata, "Ketika orang-orang salat Subuh di masjid Quba', tiba-tiba datang seseorang kepada mereka. Kata orang itu, 'Sesungguhnya telah diturunkan kepada Nabi Saw. pada malam ini Qur'an, dan beliau disuruh menghadap kiblat.
Perbuatan tersebut tidak dibantah oleh Rasulullah Saw. Menurut hadis tersebut, mereka langsung berputar dalam salat dengan tidak mengadakan penyelidikan lebih dahulu.
Hal ini menandakan bolehnya menghadap ke jihat Ka'bah, sebab menghadap ke Ka'bah -sungguh-sungguh tentunya tidak dapat apabila tidak dengan perhitungan secara ilmu ukur.
3. Karena menghadap ke jihat itulah yang mungkin baginya, dan dengan kemungkinan itulah terletak hukum wajib atas seorang mukallaf.4. Mereka mengakui sahnya salat orang-orang yang tersebut di bawah ini:
1) Sálat orang yang safnya (barisannya) panjang berlipat ganda dari lintang Ka'bah.
2) Salat orang di atas bukit menghadap ke lapangan di atas Ka'bah.
3) Salat orang di atas tanah yang rendah menghadap ke bawah dari Ka'bah.
Kondisi perbolehkan tidak menghadap Kiblat
Diperbolehkan tidak menghadap kiblat pada beberapa keadaan seperti yang tersebut di bawah ini:
1. Ketika sangat takut sehingga tak dapat tetap menghadap ke kiblat, umpamanya dalam peperangan.
Pada bagian lain akan dijelaskan tentang salat prajurit sewaktu dalam peperangan. Atau takut oleh binatang buas, takut oleh api, takut kebanjiran, dan lain-lain.
Firman Allah Swt.:
"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan." (Al-Baqarah: 239)
Menurut tafsir Ibnu Umar, yang dimaksud dengan "berjalan kaki atau berkendaraan" di dalam ayat tersebut ialah menghadap ke kiblat atau tidak menghadap ke kiblat. (Riwayat Bukhari).
2. Orang yang dalam perjalanan di atas kendaraan.
Apabila melakukan salat sunat di atas kendaraan, boleh menghadap ke arah tujuan perjalanannya, walaupun tidak menghadap ke kiblat; hanya diwajibkan menghadap ke kiblat sewaktu takbiratul ihram.
Menurut hadis:Dari Jabir. Rasulullah Saw. salat di atas kendaraan menuruti arah kendaraannya. Maka apabila beliau hendak salat fardu, beliau turun dari kendaraan, lantas beliau menghadap ke kiblat. (Riwayat Bukhari)
Rasulullah Saw. apabila hendak salat sunat di atas kendaraan, beliau menghadap ke kiblat, lalu takbiratul ibram, kemudian beliau salat menghadap ke tujuan kendaraan beliau. (Riwayat Abu Dawud)
3. Bila kiblat tidak dapat diketahui.
Dari Amir bin Rabi'ah, "Kami bersama-sama Rasulullah Saw. pada malam gelap gulita, kami tidak mengetahui di mana kiblat. Kami salat menurut pendapat masing-masing. Setelah waktu Subuh kami
beri tahukan hal itu kepada Nabi Saw., maka ketika itu turunlah ayat (Ke mana saja kamu menghadap, maka di situlah arah yang disukai Allah)." (Riwayat Ahmad dan Tirmizi)
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Mu'aż, "Kami telah salat bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan ketika itu hari gelap karena mega- dengan tidak menghadap ke kiblat. Maka tatkala sudah selesai salat dan sudah memberi salam, matahari kelihatan keluar dari balik mega. Kami berkata kepada Rasulullah, 'Kita salat tidak menghadap ke kiblat.' Jawab beliau, 'Salat kamu sudah dinaikkan ke hadirat Allah 'Azza Wajalla dengan hak-Nya." (Riwayat Tabrani)