Kitab Jenazah: Cara Memandikan Mayat dan yang Berhak Memandikan Mayat
Dalam posting kali ini membahas mengenai Cara Memandikan Mayat dan yang Berhak Memandikan Mayat. Materi ini merupakan serial dari Fiqih jenazah. Satu dari empat kewajiban orang hidup terhadap jenazah. Baik kita mulai saja.
www.abufadli.com |
Syarat wajib mandi jenazah
Syarat wajib mandi:
(a) mayat orang Islam,(b) ada tubuhnya walaupun sedikit,
(c) mayat itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Allah).
Cara Memandikan Mayat
Mandi untuk melepaskan kewajiban itu sekurang-kurangnya dilakukan satu kali, merata ke seluruh badannya, sesudah najis yang ada pada badannya dihilangkan dengan cara bagaimanapun.
Sebaiknya mayat itu diletakkan di tempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai; di tempat yang sunyi, berarti tidak ada orang yang masuk ke tempat itu selain orang yang memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu.
Pakaiannya diganti dengan kain basahan (kain mandi), sebaiknya kain sarung, supaya auratnya tidak mudah terlihat.
Sesudah diletakkan di atas ranjang, kemudian didudukkan dan punggungnya disandarkan pada sesuatu, lalu perutnya disapu dengan tangan dan ditekankan sedikit supaya keluar kotorannya. Perbuatan itu hendaklah diikuti dengan air dan wangi-wangian agar menghilangkan bau kotoran yang keluar.
Sesudah itu mayat ditelentangkan, lalu dicebokkan dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Sesudah cebok, sarung tangan hendaklah diganti dengan yang bersih, lalu anak jari kiri dimasukkan ke mulutnya, digosok giginya, dibersihkan mulutnya, dan diwudukan.
Kemudian kepala dan janggutnya dibasuh, rambut dan janggutnya disisir perlahan-lahan. Rambutnya yang tercabut hendaklah dicampurkan kembali ketika mengafaninya.
Lalu bagian tubuh sebelah kanannya dibasuh kemudian sebelah kirinya, sesudah itu dibaringkan ke sebelah kirinya; dan badannya yang sebelah kanan dibasuh kemudian dibaringkan lagi ke sebelah kanannya dan dibasuh badannya sebelah kiri. Semua itu dilakukan satu kali, tetapi disunatkan tiga atau lima kali.
Air untuk mandi mayat ini sebaiknya air dingin, kecuali jika berhajat pada air panas karena sangat dingin atau karena susah menghilangkan kotorannya. Baik juga memakai sabun atau yang sejenisnya kecuali untuk membasuh yang penghabisan.
Air pembasuh penghabisan itu sebaiknya dicampur dengan sedikit kapur barus atau wangi-wangian yang lain. Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ibnu Abbas. Ia berkata, "Tatkala seorang laki-laki jatuh dar kendaraannya lalu dia meninggal, sabda beliau, 'Mandikanlah di dengan air serta daun bidara (atau dengan sesuatu yang menghilang kan daki seperti sabun)'." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dari Ummi Atiyah, "Nabi Saw. telah masuk menemui kami sewaktu kami memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata, Mandikanlah dia tiga kali, lima kali, atau lebih kalau kamu pandang baik lebih dari itu, dengan air serta daun bidara; dan basuhan yang penghabisanhendaklah dicampur dengan kapur barus.' (Riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain dikatakan, "Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudunya."
Yang berhak memandikan mayat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai siapa yang berhak memandikan mayat. Ini penting kita fahami agar tidak terjadi fitnah.
1. Kalau mayat itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula.
2. Perempuan tidak boleh memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh laki-laki memandikan perempuan kecuali suami atau mahramnya. Jika suami dan mahram sama-sama ada, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya. Begitu juga jika istri dan mahram sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
3. Bila seorang perempuan meninggal, dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami, atau mahramnya, mayat itu hendaklah "ditayamumkan" saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain. Begitu juga jika yang meninggal adalah seorang laki-laki, sedangkan di sana tidak ada laki-laki, istri, atau mahramnya, maka mayat itu ditayamumkan saja. Kalau mayat kanak-kanak laki-laki, maka perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau mayat kanak-kanak perempuan, boleh pula laki-laki memandikannya.
4. Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat dengan mayat, kalau ia mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada keluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipercaya). Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Aisyah. Rasulullah Saw. berkata, "Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka bersiblah ia dari segala dosanya, seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya." Kata beliau lagi, "Yang mengepalainya hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara'nya atau karena amanahnya." (Riwayat Ahmad)
Referensi :
Buku Fiqih Islam, karya KH. Sulaiman Rasjid