Kapan Wanita Diperbolehkan untuk Bekerja?
Tugas pertama dan terbesar seorang wanita, yang tak akan tertandingi oleh siapa pun, adalah untuk membesarkan generasi yang baru. Dia telah dipersiapkan oleh Allah untuk hal itu secara fisik dan psikologis dan dia tak boleh disibukkan oleh apa pun yang bersifat materi atau pun moral, seakan-akan tak ada siapa pun yang dapat menggantikan dirinya dalam mengerjakan tugas tersebut yang mana masa depan negara dan kesejahteraannya yakni kesejahteraan umat manusia bergantung padanya. Semoga Allah merahmati.
Ada sebuah puisi dari Hafiz Ibrahim, yang ber-bunyi, "Seorang ibu adalah sebuah sekolah jika disiapkan dengan baik maka seluruh masyarakat akan baik". Benar sekali.
Hal itu tidak berarti bahwa wanita yang bekerja di luar rumah dilarang oleh syariat Islam. Tak ada siapa pun yang berhak melarang tanpa sebuah teks yang otentik (hadits) yang jelas dalam maknanya.
Pada dasarnya, kita mengatakan bahwa seorang wanita bekerja atas keinginan sendiri diperbolehkan. Bahkan jika diminta dan dia pun membutuhkannya, jika dia seorang janda (mati), janda yang diceraikan, atau tak punya kesempatan untuk menikah, atau jika dia tak punya pendapatan untuk menghindari rasa malunya dari meminta-minta atau sikap merendahkan diri dari orang-orang.
Bisa juga keluarganya membutuhkan dia untuk bekerja, seperti membantu suaminya, atau untuk merawat anak-anaknya, atau adik lelaki dan adik perempuannya, menjaga ayahnya yang telah tua, seperti dalam kisah dua orang anak perempuan yang menjaga seorang pria tua yang tertulis dalam surat al-Qashash, yang biasa menjaga ternak ayahnya.
Allah yang Maha Kuasa berfirman,
Masyarakatnya sendiri mungkin butuh seorang wanita pekerja, seperti memberikan perawatan medis kepada wanita-wanita dan menjaganya, mengajari gadis-gadis dan pekerjaan yang berhubungan dengan wanita. Lebih pantas bagi wanita untuk berhubungan dengan wanita lain yang seperti dirinya, daripada dengan seorang pria.
Penerimaan seorang pria dalam beberapa kasus menjadi masalah kebutuhan yang harus dipertimbangkan kesesuaiannya dan tak boleh dijadikan sebagai hukum. Kasus yang sama digunakan ketika masyarakat membutuhkan bantuan pekerja wanita demi perkembangan. Jika kita memperbolehkan beberapa wanita untuk bekerja, harus dibatasi dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:
Syarat Wanita Boleh Bekerja di Luar Rumah
1. Pekerjaan itu harus sah menurut hukum Islam sehingga tak boleh dalam pekerjaan yang diharamkan oleh Islam atau menuntun pada yang diharamkan, misalnya seorang pembantu wanita yang bekerja di rumah seorang bujangan, atau sebagai sekretaris pribadi untuk seorang manajer, yang posisinya mem-buat dia harus tinggal bersamanya, atau sebagai penari yang membangkitkan gairah fisik dan syahwat, atau sebagai pelayan direstoran yang menyajikan alkohol.
Rasulullah saw mengutuk mereka yang memproduksi alkohol juga yang mendistribusikannya dan yang menjualnya. Wanita juga tak boleh bekerja sebagai pramugari, sebuah posisi yang mewajibkan dia untuk memakai pakaian-pakaian yang diharamkan dan menawarkan apa yang diharamkan kepada penumpang. Tugasnya juga membuat dia harus tinggal di luar negeri, yang diantara beberapa negeri ada yang tidak aman. Wanita juga tak boleh bekerja dalam tipe lain yang diharamkan oleh Islam secara khusus untuknya, ataupun yang diharamkan untuk pria maupun untuk wanita.
2. Jika wanita keluar rumah,dia harus tetap taat kepada moral seorang wanita Muslim dalam pakaian, cara berbicara dan tingkah laku.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putraputra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (an-Nuur: 31)
يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ ۚ إِنِ ٱتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِٱلْقَوْلِ فَيَطْمَعَ ٱلَّذِى فِى قَلْبِهِۦ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab: 32)
Pekerjaan seorang wanita tak boleh memengaruhi tugasnya yang tak boleh diabaikan, seperti tugasnya terhadap anak-anaknya dan suaminya, yang merupakan tugas utama dan tugas dasarnya.
3. Apa yang diperlukan oleh masyarakat Muslim adalah untuk mengatur masalah-masalah dan membuat peraturan sehingga wanita Muslim bisa bekerja-jika dia berkeinginan atau keluarganya atau masyarakat yang membutuhkannya-tanpa merusak kesopanannya, atau bertentangan dengan janjinya kepada Allah, janjinya kepada dirinya sendiri atau kepada anggota rumahnya.
4. Suasana lingkungan harus membantunya dalam melakukan tugas-tugasnya sama baiknya saat ia mendapatkan hak-haknya. Harus terdapat beberapa aturan dimana seorang wanita bisa bekerja paruh waktu dengan bayaran setengah (misalnya, tiga hari dalam seminggu). Dia juga harus cukup menjamin saat meninggalkan pernikahannya, melahirkan dan merawat.
5. Beberapa peraturan harus mengatur sekolah-sekolah, kuliah-kuliah dan universitas-universitas khususnya untuk wanita di mana mereka bisa berolahraga dan berlatih fisik yang sesuai dengan mereka. Dimana mereka bisa mendapatkan kebebasan bergerak untuk mengerjakan aktivitas-aktivitas yang berbeda-beda. Wanita juga harus ada dalam departemen-departemen, perusahaan-perusahaan. Mereka harus terjaga dari godaan lelaki dan tidak diletakkan dalam posisi hanya berdua dengan laki-laki.
Allah (lah) yang mengatakan kebenaran dan menuntun pada jalan yang benar.- Fiqih Wanita, karya Dr. Yusuf Qaradhawi
- www.tafsirweb.com