Pengertian Ibadah Menurut Para Ulama dan Dua Unsur Yang harus ada di dalamnya
Pengertian Ibadah Menurut Para Ulama dan Dua Unsur Yang harus ada di dalamnya.
Menurut tinjauan syari’at, para ulama mendefinisikannya dengan beragam ungkapan, semuanya berkisar pada ketaatan kepada Allah yang bersumber dai kecintaan kepada-Nya.
Berikut ini sebagian definisi ibadah menurut para ulama:
Kita mafhum, bahwa tugas utama manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibadah memerlukan keyakinan dan ilmu. Keyakinan akan muncul, salah satunya dengan memahami definisi atau batasan dari ibadah itu sendiri.
Illustrasi : Ukhty Rya |
Pengertian Ibadah, Ubudiyah, dan Ta'bid
Menurut tinjauan bahasa, ibadah artinya taat; ‘ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri; dan ta’bid artinya menundukkan. Dikatakan, thariq mu’abbad artinya jalan yang telah diratakan.Menurut tinjauan syari’at, para ulama mendefinisikannya dengan beragam ungkapan, semuanya berkisar pada ketaatan kepada Allah yang bersumber dai kecintaan kepada-Nya.
Berikut ini sebagian definisi ibadah menurut para ulama:
- Menurut Az-Zamakhsyari, Abus Su’ud, dan Asy-Syaukani, ibadah adalah puncak tujuan ketundukkan dan kerendahan diri.
- Menurut Ibnu Taimiyah, ibadah ialah istilah yang meliputi perkataan dan apapun perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah, baik batin maupun lahir.
- Menurut Ibnu Katsir, ibadah ialah apapun yang memadukan kesempurnaan cinta kepada Allah, ketundukkan kepada-Nya, dan rasa takut kepada-Nya.
Dua Unsur Ibadah
Dari penjelasan tentang hakikat (pengertian/definisi) dari ibadah di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ibadah yang disyari’atkan harus mengandung 2 (dua ) unsur:
1) Komitmen pada semua perkara yang disyariatkan Allah dan diserukan para Rasul-Nya, baik berupa perintah maupun larangan dan penghalalan maupun pengharaman. Inilah pengejawantahan unsur ketaatan dan ketundukkan kepada Allah.
Ibnu Taimiyah menulis; “ Kata ad-diin mencakup makna ketundukkan dan kerendahan diri. Dikatakan, seseorang ber-diin kepada Allah dan ber-diin karena Allah, yakni dia beribadah kepada Allah, menaati-Nya, dan tunduk kepada-Nya. Ber-diin kepada Allah ialah beribadah, taat, dan tunduk kepada-Nya.”
2) Komitmen ini muncul dari hati yang mencintai Allah. Di alam nyata ini, tiada yang lebih pantas dicintai kecuali Allah. Dia penguasa keutamaan dan kebaikan. Dia telah menciptakan manusia yang sebelumnya tiada. Dia juga menundukkan apa saja yang ada di langit dan di bumi untuk manusia serta menyempurnakan nikmat-Nya bagi mereka, baik nikmat lahir maupun batin.
Ibnu Taimiyah menulis kembali, “Ibadah itu asal maknanya juga ketundukkan. Dikatakan thariq mu’abbad jika suatu jalan telah ditundukkan, diratakan, dan diinjak-injak oleh banyak kaki. Ibadah yang diperintahkan ialah ibadah yang mencakup makna ketundukkan dan cinta, atau ibadah yang meliputi puncak ketundukkan kepada Allah dan puncak kecintaan kepada-Nya.”
Ibadah di dalam Islam bersifat holistic. Ia mencakup segala perilaku yang muncul dari manusia. Ibnu Taimiyah menyatakan, “ Ibadah adalah istilah yang meliputi perkataan dan perbuatan apapun yang dicintai dan diridhoi Allah, baik lahir maupun batin.
Shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, silaturahim, menepati janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya dan binatang, berdoa, berzikir, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya termauk ibadah.
Muhammad Jawad Mughniyah menyatakan:
“ Ibada terwujud dengan puasa, shalat, haji, dan zakat karena mengharap wajah Allah. Ia juga terwujud dengan amal apapun yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memenuhi sebagian kebutuhan orang lain”.
Ibadah adalah tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (٥٧)
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan."(QS Adz-Dzariyat: 56-57)
Inilah rahasia perluasan ranah ibadah di dalam Islam. Demikian ini supaya setiap orang senantiasa berhubungan dengan Robb-nya, selalu merasa diawasi-Nya, dan supaya manusia menjadikan dunianya sebagai sarana untuk meraih kebaikan akhiratnya.
Demikian pembahasan mengenai hakikat (makna) ibadah menurut para ulama dan unsur-unsur yang harus ada di dalam ibada itu. Semoga bermanfaat.
Referensi :
Buku “Rukhhsah dalam Shalat, Petunjuk Shalat dalam Kondisi Tidak Biasa”, karya Dr. Ali Abu Bashal, terbitan Aqwam Media.
1) Komitmen pada semua perkara yang disyariatkan Allah dan diserukan para Rasul-Nya, baik berupa perintah maupun larangan dan penghalalan maupun pengharaman. Inilah pengejawantahan unsur ketaatan dan ketundukkan kepada Allah.
Ibnu Taimiyah menulis; “ Kata ad-diin mencakup makna ketundukkan dan kerendahan diri. Dikatakan, seseorang ber-diin kepada Allah dan ber-diin karena Allah, yakni dia beribadah kepada Allah, menaati-Nya, dan tunduk kepada-Nya. Ber-diin kepada Allah ialah beribadah, taat, dan tunduk kepada-Nya.”
2) Komitmen ini muncul dari hati yang mencintai Allah. Di alam nyata ini, tiada yang lebih pantas dicintai kecuali Allah. Dia penguasa keutamaan dan kebaikan. Dia telah menciptakan manusia yang sebelumnya tiada. Dia juga menundukkan apa saja yang ada di langit dan di bumi untuk manusia serta menyempurnakan nikmat-Nya bagi mereka, baik nikmat lahir maupun batin.
Ibnu Taimiyah menulis kembali, “Ibadah itu asal maknanya juga ketundukkan. Dikatakan thariq mu’abbad jika suatu jalan telah ditundukkan, diratakan, dan diinjak-injak oleh banyak kaki. Ibadah yang diperintahkan ialah ibadah yang mencakup makna ketundukkan dan cinta, atau ibadah yang meliputi puncak ketundukkan kepada Allah dan puncak kecintaan kepada-Nya.”
Ibadah di dalam Islam bersifat holistic. Ia mencakup segala perilaku yang muncul dari manusia. Ibnu Taimiyah menyatakan, “ Ibadah adalah istilah yang meliputi perkataan dan perbuatan apapun yang dicintai dan diridhoi Allah, baik lahir maupun batin.
Shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, silaturahim, menepati janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya dan binatang, berdoa, berzikir, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya termauk ibadah.
Muhammad Jawad Mughniyah menyatakan:
“ Ibada terwujud dengan puasa, shalat, haji, dan zakat karena mengharap wajah Allah. Ia juga terwujud dengan amal apapun yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memenuhi sebagian kebutuhan orang lain”.
Ibadah adalah tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (٥٧)
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan."(QS Adz-Dzariyat: 56-57)
Inilah rahasia perluasan ranah ibadah di dalam Islam. Demikian ini supaya setiap orang senantiasa berhubungan dengan Robb-nya, selalu merasa diawasi-Nya, dan supaya manusia menjadikan dunianya sebagai sarana untuk meraih kebaikan akhiratnya.
Demikian pembahasan mengenai hakikat (makna) ibadah menurut para ulama dan unsur-unsur yang harus ada di dalam ibada itu. Semoga bermanfaat.
Referensi :
Buku “Rukhhsah dalam Shalat, Petunjuk Shalat dalam Kondisi Tidak Biasa”, karya Dr. Ali Abu Bashal, terbitan Aqwam Media.