Mentoring Remaja Bagian 7: Konsekuensi Iman Terhadap Al-Quran
Sahabat muda Muslim, melanjutkan materi mentoring kita, kali ini kita sudah sampai ke bagian ke-7 dari rangkaian mentoring Islam bagi remaja. Tema mentoring bagian ke-7 adalah "Konsekuensi Iman Terhadap Al-Qur'an", setelah di bagian ke-6 lalu, kita sudah membuktikan kebenaran Al-Qur'an. Materi mentoring ini bisa digunakan untuk bahan kajian-kajian, baik untuk remaja maupun dewasa.
Inilah iman. Dan dengan makna ini, iman itu lawan dari kufur. Selain orang mukmin adalah orang kafir secara pasti dan tidak ada setengah mukmin setengah kafir.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS an-Nisa’, 4:136)
أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَ تَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ، فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذلِكَ مِنْكُمْ إِلّا خِزْيٌّ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّوْنَ إِلَى أَّشَّدِّ الْعَذَابِ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (TQS al-Baqarah [2]: 85)
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا . أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (TQS al-Nisa' [4]: 150-152)
Ayat yang mewajibkan hukuman jilid bagi pezina, (QS al-Nur [24]: 2), potong tangan bagi pencuri (QS al-Maidah [5]: 38), dan qishash bagi pembunuh (QS al-Baqarah [2]: 178), harus diimani sebagaimana ayat yang memerintahkan shalat, zakat, (QS al-Baqarah [2]: 43), dan puasa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Demikian juga dengan ayat yang mewajibkan jihad (QS al-Baqarah [2[: 216), menerapkan hukum Allah (QS al-Maidah [5]: 49), dan menaati ulil amri yang Muslim (QS al-Nisa' [4]: 59)
Abu Hurairah berkata, "Tatkala Rasululah saw wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah sesudahnya, serta beberapa orang Arab kembali kafir, Umar berujar kepada Abu Bakar, "Bagaimana engkau memerangi manusia padahal Rasulullah saw telah bersabda 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa-ilaaha-illallah, barangsiapa mengucapkan Laa-ilaaha ilallah, berarti ia telah menjaga darah dan jiwanya dariku kecuali karena alasan yang dibenarkan, dan hisabnya ada pada Allah, '
Mentoring Remaja Bagian 7: Konsekuensi Iman Terhadap Al-Quran
1. Setelah terbukti Al-Qur’an adalah Firman Allah, apa konsekuensinya?
- Mengimani seluruh isi Al-Qur’an
- Tunduk dan patuh terhadap seluruh perintah Allah dan Rasulullah saw
2. Apa itu iman?
Iman adalah pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta berdasarkan dalil (at-tashdîq al-jâzim muthâbiq li al-wâqi’ ‘an dalîl). (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, vol. 1 Beirut: Dar al-Ummah, 2003, 29.)Inilah iman. Dan dengan makna ini, iman itu lawan dari kufur. Selain orang mukmin adalah orang kafir secara pasti dan tidak ada setengah mukmin setengah kafir.
3. Bagaimana sikap kita terhadap perkara-perkara ghaib yang ada dalam Al-Qur’an?
- Perkara-perkara ghaib adalah perkara-perkara yang tidak bisa diindera.
- Perkara-perkara ghaib yang diinformasikan oleh Al-Qur’an, wajib bagi kita untuk mengimaninya.
- Perkara-perkara ghaib yang wajib diimani:
- ‘Asma wa sifat Allah
- Keberadaan para nabi dan rasul sebelum Muhammad saw beserta kitab suci mereka
- Keberadaan malaikat-malaikat Allah SWT, juga keberadaan jin
- Taqdir, yaitu catatan (ilmu Allah) yang menyeluruh tentang segala sesuatu
- Keberadaan Hari Akhir (Hari Kiamat, Hari Kebangkitan, Hari Perhitungan, Surga, Neraka dan lain sebagainya)
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS an-Nisa’, 4:136)
4. Kenapa harus beriman terhadap seluruh isi Al-Qur’an?
أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَ تَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ، فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذلِكَ مِنْكُمْ إِلّا خِزْيٌّ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّوْنَ إِلَى أَّشَّدِّ الْعَذَابِ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (TQS al-Baqarah [2]: 85)
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا . أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (TQS al-Nisa' [4]: 150-152)
5. Konsekuensinya, ayat-ayat Al-Qur’an harus diimani semuanya
Ayat yang mewajibkan hukuman jilid bagi pezina, (QS al-Nur [24]: 2), potong tangan bagi pencuri (QS al-Maidah [5]: 38), dan qishash bagi pembunuh (QS al-Baqarah [2]: 178), harus diimani sebagaimana ayat yang memerintahkan shalat, zakat, (QS al-Baqarah [2]: 43), dan puasa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Demikian juga dengan ayat yang mewajibkan jihad (QS al-Baqarah [2[: 216), menerapkan hukum Allah (QS al-Maidah [5]: 49), dan menaati ulil amri yang Muslim (QS al-Nisa' [4]: 59)
6. Abu Bakar memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat maal
Abu Hurairah berkata, "Tatkala Rasululah saw wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah sesudahnya, serta beberapa orang Arab kembali kafir, Umar berujar kepada Abu Bakar, "Bagaimana engkau memerangi manusia padahal Rasulullah saw telah bersabda 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa-ilaaha-illallah, barangsiapa mengucapkan Laa-ilaaha ilallah, berarti ia telah menjaga darah dan jiwanya dariku kecuali karena alasan yang dibenarkan, dan hisabnya ada pada Allah, '
Lantas Abu Bakar berkata, "Demi Allah, sungguh akan aku perangi siapa saja yang memisahkan antara shalat dan zakat, sesungguhnya zakat adalah hak harta, demi Allah, kalaulah mereka mencegahku dari membayar unta yang pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah saw, niscaya kuperangi karena mencegahnya."
Lantas Umar berkata, "Demi Allah, tiba-tiba tak ada pendapat lain selain aku melihat bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi, aku sadar bahwa dia adalah benar." (HR Bukhari No. 6741)
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS.al-Ahzab [33]: 40)
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (TQS. An Najm [53]: 3-4)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati seizin Allah.” (TQS an-Nisa’ [4]: 64)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (TQS. Al-Hasyr [59]: 7)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah [2]: 208)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (TQS. Al Ahzab [33]: 36)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat.” Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (TQS an-Nur [21]: 51)
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS An-Nisa’[4]: 65)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diceritakan bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi diantara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah saw memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar.
7. Kenapa harus beriman dan taat kepada Muhammad saw?
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS.al-Ahzab [33]: 40)
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (TQS. An Najm [53]: 3-4)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati seizin Allah.” (TQS an-Nisa’ [4]: 64)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (TQS. Al-Hasyr [59]: 7)
8. Kenapa harus tunduk dan patuh terhadap seluruh perintah Allah dan Rasulullah saw?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah [2]: 208)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (TQS. Al Ahzab [33]: 36)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat.” Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (TQS an-Nur [21]: 51)
9. Bahaya tidak menjadikan syariat sebagai pemutus perkara
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS An-Nisa’[4]: 65)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diceritakan bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi diantara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah saw memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar.
Maka berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih kurang puas.
Maka Abu Bakar ra memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada Umar Ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar Ibnul Khattab, orang yang menang mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi saw, dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah memang benar demikian?"
Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama. Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi saw hingga mati seketika itu juga. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman…”
Ittiba’ adalah menempuh jalan orang yang (wajib) diikuti dan melakukan apa yang dia lakukan. [I’Iamul Muwaqqi’in 2/171]
Seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rasulullah saw dengan menempuh jalan yang beliau tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Ali Imran, 3:31)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah : “Taatilah Allah dan RasulNya. Jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir’’. ( QS. Ali Imran, 3:32)
Ayat ini mengandung makna, jika seseorang menyalahi perintah Rasul-Nya atau tidak berittiba’ kepada Rasulullah saw, maka dia telah kufur; dan Allah tidak menyukai orang yang memiliki sifat demikian, meskipun dia mengaku dan mendakwahkan kecintaannya kepada Allah, sampai ia mengikuti Rasulullah saw.
Seandainya Nabi Musa as ditakdirkan hidup pada zaman Nabi Muhammad saw, maka dia wajib ittiba’ kepada Nabi Muhammad. Demikian juga dengan Nabi Isa ketika turun ke bumi pada akhir zaman nanti, maka Nabi Isa wajib ittiba` kepada Nabi Muhammad saw.
Ketika Umar bin Khaththab ra memegang dan membaca lembaran Taurat, maka Rasulullah saw bersabda :
“Apakah engkau merasa ragu, wahai Umar bin Khaththab? Demi yang diri Muhammad berada di tanganNya, seandainya Nabi Musa itu hidup, maka tidak boleh bagi dia, melainkan harus mengikuti aku”. (HR Ahmad, ad Darimi dan Ibnu Abi ‘Ashim)
“Suatu saat, Umar bin Khaththab menghadap Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memerintahkan saudaraku, seorang Yahudi Bani Quraizhah untuk menuliskan seluruh isi Taurat. Kali ini, aku ingin mengklarifikasi (apakah benar atau salah) kepadamu.’ Rasul langsung berubah wajahnya tanda tidak setuju dan bersabda, ‘Jika Musa masih ada, lalu kau mengikutinya dengan meninggalkan ajaranku, tentu kau akan tersesat.’ Kemudian, turunlah kedua ayat ini (QS Ali Imran 81-82).” (HR. Abdurrazaq)
Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah (berhati-hati) orang-orang yang menyalahi perintah Rasulullah, takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Qs. An-Nuur, 24:63)
Al Hafizh Ibnu Katsir menerangkan: “Menyalahi perintah Rasulullah saw, yaitu menyalahi jalan hidup beliau saw, manhaj (cara beragama), sunnah, syariatnya. Maka seluruh perkataan dan seluruh amal, harus ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah saw.
10. Kewajiban ittiba’ kepada Rasulullah saw
Ittiba’ adalah menempuh jalan orang yang (wajib) diikuti dan melakukan apa yang dia lakukan. [I’Iamul Muwaqqi’in 2/171]
Seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rasulullah saw dengan menempuh jalan yang beliau tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Ali Imran, 3:31)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah : “Taatilah Allah dan RasulNya. Jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir’’. ( QS. Ali Imran, 3:32)
Ayat ini mengandung makna, jika seseorang menyalahi perintah Rasul-Nya atau tidak berittiba’ kepada Rasulullah saw, maka dia telah kufur; dan Allah tidak menyukai orang yang memiliki sifat demikian, meskipun dia mengaku dan mendakwahkan kecintaannya kepada Allah, sampai ia mengikuti Rasulullah saw.
11. Musa as dan Isa as pun ittiba kepada Muhammad saw
Seandainya Nabi Musa as ditakdirkan hidup pada zaman Nabi Muhammad saw, maka dia wajib ittiba’ kepada Nabi Muhammad. Demikian juga dengan Nabi Isa ketika turun ke bumi pada akhir zaman nanti, maka Nabi Isa wajib ittiba` kepada Nabi Muhammad saw.
Ketika Umar bin Khaththab ra memegang dan membaca lembaran Taurat, maka Rasulullah saw bersabda :
“Apakah engkau merasa ragu, wahai Umar bin Khaththab? Demi yang diri Muhammad berada di tanganNya, seandainya Nabi Musa itu hidup, maka tidak boleh bagi dia, melainkan harus mengikuti aku”. (HR Ahmad, ad Darimi dan Ibnu Abi ‘Ashim)
“Suatu saat, Umar bin Khaththab menghadap Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memerintahkan saudaraku, seorang Yahudi Bani Quraizhah untuk menuliskan seluruh isi Taurat. Kali ini, aku ingin mengklarifikasi (apakah benar atau salah) kepadamu.’ Rasul langsung berubah wajahnya tanda tidak setuju dan bersabda, ‘Jika Musa masih ada, lalu kau mengikutinya dengan meninggalkan ajaranku, tentu kau akan tersesat.’ Kemudian, turunlah kedua ayat ini (QS Ali Imran 81-82).” (HR. Abdurrazaq)
12. Bagaimana kalau menyalahi perintah Rasulullah saw?
Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah (berhati-hati) orang-orang yang menyalahi perintah Rasulullah, takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Qs. An-Nuur, 24:63)
Al Hafizh Ibnu Katsir menerangkan: “Menyalahi perintah Rasulullah saw, yaitu menyalahi jalan hidup beliau saw, manhaj (cara beragama), sunnah, syariatnya. Maka seluruh perkataan dan seluruh amal, harus ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah saw.
Apa yang sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah saw, maka akan diterima oleh Allah. Dan apa yang tidak sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah saw, maka akan ditolak oleh Allah, siapapun yang melakukan perkataan dan perbuatan itu, serta apapun perkataan dan perbuatan itu.
Meskipun dia ulama, atau seorang yang alim, jika perkataan dan perbuatannya menyelisihi perkataan dan perbuatan Rasulullah saw, maka ia wajib ditolak dengan dasar hadits:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.
Orang yang tidak berittiba’ kepada Rasulullah saw, mengingkarinya dan menolaknya, akan terjatuh pada kekufuran, baik kufur yang besar (akbar) ataupun kufur yang kecil (ashghar), atau kemunafikan, atau bid’ah; dan ini merupakan pengaruh dari perbuatan dosa dan maksiat; maksiat kepada Rasulullah saw memiliki pengaruh yang besar terhadap hati manusia, berupa kekufuran, kemunafikan, bid’ah; atau fitnah yang besar di dunia, yaitu berupa ancaman dibunuh, diberi hukuman had ataupun di penjara oleh Ulil Amri. [Tafsir Ibnu Katsir, III/338]
Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariyat, 51:56)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, maksud Allah dalam firman-Nya itu adalah: “Sesungguhnya Aku ciptakan mereka hanyalah untuk Aku perintahkan mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku butuh mereka.
Ibnu Katsir mengutip Ali bin Tholhah yang mengatakan: illa liya’ buduuni artinya adalah kecuali agar mereka mengakui peribadatan kepada-Ku, dengan pilihan maupun terpaksa.
Allah SWT menciptakan jin dan manusia hanya untuk satu tujuan, yakni beribadah kepada -Nya dalam segala bentuknya, baik yang bersifat khusus (ibadah mahdloh) maupun ibadah secara umum, yakni ketataan dan ketundukan kepada-Nya, serta keterikatan (iltizam) dengan seluruh apa yang Dia syariatkan di dalam agama Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan publik.
Visi orang-orang Islam yang memiliki tujuan hidup hanya untuk beribadah kepada Allah SWT adalah menjadi ahli ibadah yang terbaik, yang dalam bahasa Al-Quran disebut ibadurrahman, para hamba Allah yang Mahapengasih.
Jawabannya, karena semua itu adalah konsekuensi iman terhadap Al-Quran
Dan konsekuensi iman kita terhadap Al-Quran adalah menaati seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan Allah dan Rasul-Nya
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.
Orang yang tidak berittiba’ kepada Rasulullah saw, mengingkarinya dan menolaknya, akan terjatuh pada kekufuran, baik kufur yang besar (akbar) ataupun kufur yang kecil (ashghar), atau kemunafikan, atau bid’ah; dan ini merupakan pengaruh dari perbuatan dosa dan maksiat; maksiat kepada Rasulullah saw memiliki pengaruh yang besar terhadap hati manusia, berupa kekufuran, kemunafikan, bid’ah; atau fitnah yang besar di dunia, yaitu berupa ancaman dibunuh, diberi hukuman had ataupun di penjara oleh Ulil Amri. [Tafsir Ibnu Katsir, III/338]
13. Untuk apa kita hidup di dunia ini?
Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariyat, 51:56)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, maksud Allah dalam firman-Nya itu adalah: “Sesungguhnya Aku ciptakan mereka hanyalah untuk Aku perintahkan mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku butuh mereka.
Ibnu Katsir mengutip Ali bin Tholhah yang mengatakan: illa liya’ buduuni artinya adalah kecuali agar mereka mengakui peribadatan kepada-Ku, dengan pilihan maupun terpaksa.
Allah SWT menciptakan jin dan manusia hanya untuk satu tujuan, yakni beribadah kepada -Nya dalam segala bentuknya, baik yang bersifat khusus (ibadah mahdloh) maupun ibadah secara umum, yakni ketataan dan ketundukan kepada-Nya, serta keterikatan (iltizam) dengan seluruh apa yang Dia syariatkan di dalam agama Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan publik.
Visi orang-orang Islam yang memiliki tujuan hidup hanya untuk beribadah kepada Allah SWT adalah menjadi ahli ibadah yang terbaik, yang dalam bahasa Al-Quran disebut ibadurrahman, para hamba Allah yang Mahapengasih.
14. Jadi, kenapa kaum mukmin melaksanakan hal-hal berikut?
- Shalat subuh 2 rakat, duhur 4 rakaat, ashar 4 rakaat, maghrib 3 rakaat dan isya 4 rakaat?
- Bulan Ramadhan berpuasa?
- Haji ke Baitullah?
- Babi tidak dimakan?
- Riba haram diambil?
- Menikah dengan orang yang dihalalkan oleh syariah?
- Mencari nafkah dengan jalan yang halal?
- Kalau kentut yang dibasuh dalam wudhu bukan tempat keluar kentut?
Jawabannya, karena semua itu adalah konsekuensi iman terhadap Al-Quran
Dan konsekuensi iman kita terhadap Al-Quran adalah menaati seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan Allah dan Rasul-Nya
15. Lantas, apa kesimpulannya?
- Iman terhadap Al-Qur’an harus totalitas
- Pengingkaran terhadap salah satu ayat dapat menyebabkan pelakunya jatuh kepada kekufuran dan hukuman yang berat
- Tunduk dan patuh terhadap seluruh perintah Allah dan Rasulullah saw adalah sebuah kewajiban