Mentoring Remaja Bagian 3: Adab Sebelum Ilmu
Alhamdulillah, kita masih tetap semangat untuk menuntut dan menyebarkan ilmu. Kita masih diberi keistiqomahan oleh Allah 'Azza wa jalla untuk berdakwah dengan apa yang bisa kita lakukan. Melanjutkan materi kajian mingguan berikutnya, kali ini kita memasuki materi ke-3, dengan judul " Adab Sebelum Ilmu". Semoga ini melengkapi bahan kajian pembinaan para remaja.
Mentoring Remaja Pertemuan ke-3:
تعلم الأدب قبلأ نتتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
• Imam Malik bin Anas menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mempelajari adabdan 4 tahun untuk mencari ilmu.
• Ibnul Mubarok berkata, “Kami mempelajari masalah adab itu selama 30tahun, sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
• Sufyan at-Tsauri (w. 161 H) mengatakan, “Ketika seseorang ingin menulis hadits, maka dia terlebih dulu belajar adab dan ibadahdua puluh tahun sebelumnya (menulis hadits).” [Abu Nu’aim, Hilyatu al-Auliya’, Juz VI/361]
• Imam Abu Hanifah berkata,“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama merekalebih aku sukai daripadamenguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
• Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
• Ibn Mubarak (w. 181 H), menyatakan: “Siapa saja yang meremehkanadab, maka dia akan disiksa dengan kekuranganakan[amalan] sunah. Siapa saja yang meremehkan amalan sunah, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan [amalan] fardhu. Siapa saja yang meremehkan amalah fardhu, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan makrifat.” [al-Khathib al-Baghdadi, al- Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/80]
• Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah menuturkan,“Adab seseorang itu adalah alamat kebahagiaan dan keberuntungannya. Sedangkan minimnya adab merupakan alamat kenestapaan dan kerugiaannya. Tidak ada kebaikan di dunia dan akhirat yang diharapkan untuk diperoleh seperti memperoleh adab. Begitu juga, tak ada yang sudi mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat sebagaimana minimnya adab.” [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Juz II/368]
• Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) rahimahu–Llah, menyatakan, “Belajar adab artinya mengambil akhlak yang mulia.” [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz X/400]
• Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menyatakan,“Ilmu adab: adalah ilmu untuk memperbaiki lisan [tutur kata], seruan, ketepatan dalam menempatkan pada posisinya, pemilihan kata yang baik dan tepat, serta menjaganya dari kesalahan dan cacat.” [Ibn al-Qayyim al- Jauziyyah, Madzariju as-Salikin, Juz II/368]
Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنُ كُمْ أَخْلاَقاً
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling bagus akhlaqnya”.(Muttafaqun ‘alaihi)
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِ يْنَإِيْمَاناً،أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً،وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Yang paling sempurna keimanan seseorang mu’min adalah yang paling bagus akhlaqnya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”. (HR. At-Tirmidzi)
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُبِحُسْنِخُلُقِهِدَرَجَةَالصَّائِمِالْقَائِمِ
“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165)
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat timbangannya dari akhlaq mulia ketika diletakkan di atas mizan (timbangan amal) dan sungguh pemilik akhlaq mulia akan mencapai derajat orang yang mengerjakan puasa dan shalat.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941)
“Aku penjamin suatu rumah di surga yang paling bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar. Dan aku penjamin suatu rumah di surga bagian tengah bagi orang yang meninggalkan berdusta walaupun bercanda. Dan aku penjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang bagus akhlaqnya”. (HR. Abu Dawud)
• Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari al-A’raj, berkata, “Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: “Aku adalah lelaki miskin. Aku membantu Rasulullah saw dengan batas kemampuanku. Sementara kaum Muhajirin mereka sibuk dengan berdagang di pasar. Kaum Ansharsibuk mengurus harta mereka. Maka, Rasulullah saw bertanya, “Siapa yang bersedia membentangkan bajunya, maka dia tak akan pernah lupa sedikit pun apa yang dia dengarkan dariku.” Maka, akupun membentangkan bajuku, hingga baginda pun menyampaikan haditsnya. Lalu, aku pun menghimpunnya di dalam diriku. Sejak itu, aku tak pernah lupa sedikitpun tentang apa yang aku dengarkan dari baginda saw.” [HR. Bukhari dan Muslim]
• Abu Hurairah datang ke Madinah, setelah peristiwa Perang Khaibar, setelah Sulh Hudaibiyah, tahun 6 H. Beliau hanya bersama Nabi tidak kurang dari 4 tahun. Tetapi, karena tekadnya membersamai Nabi saw itulah yang membuatnya menguasai banyak hadits, dan karamah, karena doa dari Nabi saw.
• Imam Abu Hanifah (w. 148 H) menuturkan, “Aku membersamai Hamad bin Abi Sulaiman selama 12 tahun. Aku tidaklah shalat, sekali saja, sejak Hamad wafat, kecuali aku memintakan ampunan untuknya dan kedua orang tuaku. Aku juga memintakan ampunan untuk mereka yang aku telah belajar ilmu darinya, atau murid yang aku ajari ilmu.” [al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Juz XV/444]
• Al-Hasan al-Bashri menuturkan, “Ibn ‘Abbas tampak menuntun tunggangan Ubay bin Ka’ab. Kemudian ada yang bertanya kepada beliau, “Anda adalah putra dari paman Rasulullah, Anda menuntun tunggangan seorang lelaki Anshar?” Beliau menjawab, “Sudah menjadi keharusan bagi tinta [sumber ilmu] untuk diagungkan dan dimuliakan.” [al-Khathib al-Baghdadi, al–Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108]
• ‘Amir as-Sya’bi juga berkata, “Ibn ‘Abbas telah memegangi tunggangan Zaid bin Tsabit, lalu beliau berkata, “Anda memegangi untukku, sementara Anda adalah putra dari paman Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beginilah kami seharusnya memperlakukan ulama’.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108]
• ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Yahya bin Sa’id telah membersamai Rabi’ah bin Abi ‘Abdurrahman at-Taimi. Jika Rabi’ah berhalangan, Yahya menyampaikan hadits kepada mereka dengan sempurna. Beliau adalah murid yang banyak menguasai hadits. Tetapi, jika Rabi’ah hadir, maka Yahya pun menahan diri, karena menghormati Rabi’ah. Bukan karena Rabi’ah lebih tua darinya, padahal usianya sama. Masing-masing saling menghormati.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz VI/92]
• Muhammad bin Rafi’ berkata, “Aku bersama Imam Ahmad dan Ishaq di tempat Imam ‘Abdurrazzaq. Hari Raya Idul Fitri menghampiri kami. Kami keluar bersama ‘Abdurrazzaq ke tempat shalat. Kami bersama banyak orang. Ketika kami kembali, ‘Abdurrazzaq mengajak kami makan. Beliau berkata kepada Imam Ahmad dan Ishaq, “Hari ini aku melihat ada yang aneh pada diri kalian berdua. Mengapa kalian tidakmengumandangkantakbir?” Imam Ahmad dan Ishaq menjawab, “Wahai Abu Bakar [Imam ‘Abdurrazzaq], kami menunggu, apakah Anda mengumandangkan takbir atau tidak? Maka, kami pun akan mengumandangkan takbir. Ketika kami melihatmu tidak mengumandangkan takbir, maka kami pun menahan diri.” Beliau berkata, “Aku jugamelihat kalian berdua. Apakah kalian berdua mengumandangkan takbir, atau tidak?” Maka, aku pun akan mengumandangkan takbir.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz IX/566]
• Adab Imam Muslim kepada Imam al-Bukhari (gurunya): “Biarkanlah aku mencium kedua kakimu, wahai guru para guru, penghulu para ahli hadits, dan dokter hadits yang menguasai segala macam penyakitnya.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz XII/432]
• Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa: ”Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2)
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalingkannya kecuali Engkau.”(HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
Mentoring Remaja Pertemuan ke-3:
Adab Sebelum Ilmu
1. Belajar adab menurut ulama
• Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,تعلم الأدب قبلأ نتتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
• Imam Malik bin Anas menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mempelajari adabdan 4 tahun untuk mencari ilmu.
• Ibnul Mubarok berkata, “Kami mempelajari masalah adab itu selama 30tahun, sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
• Sufyan at-Tsauri (w. 161 H) mengatakan, “Ketika seseorang ingin menulis hadits, maka dia terlebih dulu belajar adab dan ibadahdua puluh tahun sebelumnya (menulis hadits).” [Abu Nu’aim, Hilyatu al-Auliya’, Juz VI/361]
• Imam Abu Hanifah berkata,“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama merekalebih aku sukai daripadamenguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
2. Kenapa para ulama mendahulukan mempelajari adab?
• Yusuf bin Al Husain berkata, “Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”• Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
• Ibn Mubarak (w. 181 H), menyatakan: “Siapa saja yang meremehkanadab, maka dia akan disiksa dengan kekuranganakan[amalan] sunah. Siapa saja yang meremehkan amalan sunah, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan [amalan] fardhu. Siapa saja yang meremehkan amalah fardhu, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan makrifat.” [al-Khathib al-Baghdadi, al- Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/80]
• Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah menuturkan,“Adab seseorang itu adalah alamat kebahagiaan dan keberuntungannya. Sedangkan minimnya adab merupakan alamat kenestapaan dan kerugiaannya. Tidak ada kebaikan di dunia dan akhirat yang diharapkan untuk diperoleh seperti memperoleh adab. Begitu juga, tak ada yang sudi mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat sebagaimana minimnya adab.” [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Juz II/368]
3. Apa itu adab?
• Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) rahimahu–Llah, menyatakan, “Belajar adab artinya mengambil akhlak yang mulia.” [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz X/400]
• Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menyatakan,“Ilmu adab: adalah ilmu untuk memperbaiki lisan [tutur kata], seruan, ketepatan dalam menempatkan pada posisinya, pemilihan kata yang baik dan tepat, serta menjaganya dari kesalahan dan cacat.” [Ibn al-Qayyim al- Jauziyyah, Madzariju as-Salikin, Juz II/368]
4. Keutamaan adab mulia
Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنُ كُمْ أَخْلاَقاً
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling bagus akhlaqnya”.(Muttafaqun ‘alaihi)
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِ يْنَإِيْمَاناً،أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً،وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Yang paling sempurna keimanan seseorang mu’min adalah yang paling bagus akhlaqnya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”. (HR. At-Tirmidzi)
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُبِحُسْنِخُلُقِهِدَرَجَةَالصَّائِمِالْقَائِمِ
“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165)
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat timbangannya dari akhlaq mulia ketika diletakkan di atas mizan (timbangan amal) dan sungguh pemilik akhlaq mulia akan mencapai derajat orang yang mengerjakan puasa dan shalat.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941)
“Aku penjamin suatu rumah di surga yang paling bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar. Dan aku penjamin suatu rumah di surga bagian tengah bagi orang yang meninggalkan berdusta walaupun bercanda. Dan aku penjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang bagus akhlaqnya”. (HR. Abu Dawud)
5 Berkah adab mulia
• Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari al-A’raj, berkata, “Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: “Aku adalah lelaki miskin. Aku membantu Rasulullah saw dengan batas kemampuanku. Sementara kaum Muhajirin mereka sibuk dengan berdagang di pasar. Kaum Ansharsibuk mengurus harta mereka. Maka, Rasulullah saw bertanya, “Siapa yang bersedia membentangkan bajunya, maka dia tak akan pernah lupa sedikit pun apa yang dia dengarkan dariku.” Maka, akupun membentangkan bajuku, hingga baginda pun menyampaikan haditsnya. Lalu, aku pun menghimpunnya di dalam diriku. Sejak itu, aku tak pernah lupa sedikitpun tentang apa yang aku dengarkan dari baginda saw.” [HR. Bukhari dan Muslim]
• Abu Hurairah datang ke Madinah, setelah peristiwa Perang Khaibar, setelah Sulh Hudaibiyah, tahun 6 H. Beliau hanya bersama Nabi tidak kurang dari 4 tahun. Tetapi, karena tekadnya membersamai Nabi saw itulah yang membuatnya menguasai banyak hadits, dan karamah, karena doa dari Nabi saw.
• Imam Abu Hanifah (w. 148 H) menuturkan, “Aku membersamai Hamad bin Abi Sulaiman selama 12 tahun. Aku tidaklah shalat, sekali saja, sejak Hamad wafat, kecuali aku memintakan ampunan untuknya dan kedua orang tuaku. Aku juga memintakan ampunan untuk mereka yang aku telah belajar ilmu darinya, atau murid yang aku ajari ilmu.” [al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Juz XV/444]
6. Contoh adab ulama’
• Thawus bin Kisan berkata, “Di antara perkara sunah [tuntunan Nabi] adalah menghormati orang ‘alim [yang berilmu].” [Ibn ‘Abd al-Barr, Jami’ Bayan al-‘Ilm, Juz I/519]• Al-Hasan al-Bashri menuturkan, “Ibn ‘Abbas tampak menuntun tunggangan Ubay bin Ka’ab. Kemudian ada yang bertanya kepada beliau, “Anda adalah putra dari paman Rasulullah, Anda menuntun tunggangan seorang lelaki Anshar?” Beliau menjawab, “Sudah menjadi keharusan bagi tinta [sumber ilmu] untuk diagungkan dan dimuliakan.” [al-Khathib al-Baghdadi, al–Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108]
• ‘Amir as-Sya’bi juga berkata, “Ibn ‘Abbas telah memegangi tunggangan Zaid bin Tsabit, lalu beliau berkata, “Anda memegangi untukku, sementara Anda adalah putra dari paman Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beginilah kami seharusnya memperlakukan ulama’.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108]
• ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Yahya bin Sa’id telah membersamai Rabi’ah bin Abi ‘Abdurrahman at-Taimi. Jika Rabi’ah berhalangan, Yahya menyampaikan hadits kepada mereka dengan sempurna. Beliau adalah murid yang banyak menguasai hadits. Tetapi, jika Rabi’ah hadir, maka Yahya pun menahan diri, karena menghormati Rabi’ah. Bukan karena Rabi’ah lebih tua darinya, padahal usianya sama. Masing-masing saling menghormati.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz VI/92]
• Muhammad bin Rafi’ berkata, “Aku bersama Imam Ahmad dan Ishaq di tempat Imam ‘Abdurrazzaq. Hari Raya Idul Fitri menghampiri kami. Kami keluar bersama ‘Abdurrazzaq ke tempat shalat. Kami bersama banyak orang. Ketika kami kembali, ‘Abdurrazzaq mengajak kami makan. Beliau berkata kepada Imam Ahmad dan Ishaq, “Hari ini aku melihat ada yang aneh pada diri kalian berdua. Mengapa kalian tidakmengumandangkantakbir?” Imam Ahmad dan Ishaq menjawab, “Wahai Abu Bakar [Imam ‘Abdurrazzaq], kami menunggu, apakah Anda mengumandangkan takbir atau tidak? Maka, kami pun akan mengumandangkan takbir. Ketika kami melihatmu tidak mengumandangkan takbir, maka kami pun menahan diri.” Beliau berkata, “Aku jugamelihat kalian berdua. Apakah kalian berdua mengumandangkan takbir, atau tidak?” Maka, aku pun akan mengumandangkan takbir.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz IX/566]
• Adab Imam Muslim kepada Imam al-Bukhari (gurunya): “Biarkanlah aku mencium kedua kakimu, wahai guru para guru, penghulu para ahli hadits, dan dokter hadits yang menguasai segala macam penyakitnya.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz XII/432]
7. Adab ulama ketika berbeda pendapat
• Imam Adz-Dzahabi menukil di Siyar A’lamin Nubala’, dari Imam Hafidz Abu Musa Yunus bin ‘Abdul A’la Ashodafi Al Misri, salah satu sahabatImam Syafi’i, dia berkata: “Aku tidak melihat orang berakal melebihi Syafi’i, aku mendebatnya tentang suatu masalah pada suatu hari, kemudian kami berpisah, lalu dia menemuiku, dan menggandeng tanganku, lalu berkata: “Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16)• Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa: ”Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2)
8. Doa agar memiliki adab dan akhlak yang mulia
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalingkannya kecuali Engkau.”(HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)