Anak adalah Pihak Terlemah dalam Perseteruan Ayah dan Bunda
Melihat acara "Gelar Perkara" di sebuah tivi swasta, dengan tajuk, "Miris karena Minta Uang ayah tega membunuh anak kandungnya sendiri. Subhanalloh, membaca judulnya saja sudah benar-benar miris, bergidik, dan sungguh tak menyangka.
Ceritanya, si ayah dan ibu mengalami perceraian, karena si istri tak kuat dengan perangai suaminya yang pemarah. Kemudian si anak hidup bersama si ibu.
Sangat jarang anak gadis yang masih bersekolah ini menemui ayahnya setelah perceraian sang ayah dan ibu. Suatu ketika, sekolah hendak mengadakan study tour dan si anak ini bermaksud meminta uang kepada ayahnya.
Namun malang tak dapat dihindari, bukannya memberi uang seperti yang diharapkan, namun justru pukulan dan penganiayaan yang diterima, hingga si anak menemui ajalnya.
Demikian sekilas hasil gelar perkara tentang kasus pembunuhan sadis ini.
Apa yang melatarbelakangi ini semua?
Dalam banyak kasus perseteruan antara suami dan istri, anaklah yang menjadi korban. Anak menjadi pihak terlemah di antara mereka, sehingga banyak yang dijadikan pelampiasan kemarahan suami atau istri.
Pelampiasan kemarahan ini biasanya berbentuk penyiksaan atau kekerasan lainnya.
Ini semua menjadi warning bagi kita semua yang sedang menjalankan bahtera rumah tangga. Tugas kita, suami dan istri untuk senantiasa menyamakan visi dan misi berumah tangga. Menambah terus keilmuan, terus berusaha untuk senantiasa memperbaiki apa yang salah dalam langkah, meluruskan kembali perilaku yang melenceng dari kebenaran.
Yang tidak kalah penting, menempatkan kembali posisi anak sebagai investasi akhirat. Bukankah doa anak yang shaleh merupakan satu di antara tiga amalan yang tidak akan terputus hingga kita ke alam barzakh?
Inilah makna anak sebagai investasi akhirat. Dan menempa anak menjadi anak yang shaleh adalah tanggung jawab si ayah dan si ibu. Tidak menjadi beban salah satunya.
Maka, karena anak ada di posisi terlemah dalam keluarga, rawatlah ia dengan sebaik-baik perawatan lahir bathin.
Mudah-mudahan kasus penganiayaan orang tua terhadap anak tidak terulang lagi.