Belajar dari Kesungguhan Imam Syafi'i
Kesulitan dalam hidup seringkali mengubah seseorang menjadi kuat dan tangguh. Banyak orang besar yang dilahirkan dari kesempitan dan kesulitan hidup yang menghimpit.
Sewaktu kecil, Imam Syafi'i hidup sebagai anak yatim. Beliau hidup bersama ibunya yang miskin. Saat dibawa ke Kuttab untuk belajar, ibunya tidak mampu membayar iuran yang ditetapkan. Namun karena kecerdasan Imam Syafi'i, ia dibebaskan dari kewajiban membayar iuran itu.
Imam Syafi'i rahimahullah ta'ala bercerita:
كُنْتُ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أُمِّي، وَلَمْ يَكُنْ مَعَهَا مَا تُعْطِيَ الْمُعَلِّمَ، وَكَانَ الْمُعَلِّمُ قَدْ رَضِيَ مِنِّي أَنْ أَخْلُفَهُ إِذَا قَامَ، فَلَمَّا خَتَمْتُ الْقُرْآنَ، دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَكُنْتُ أُجَالِسُ الْعُلَمَاءَ، وَأَحْفَظُ الْحَدِيثَ أَوِ الْمَسْأَلَةِ، وَكَانَ مَنْزِلُنَا بِمَكَّةَ فِي شِعْبِ الْخَيْفِ، وَكُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى الْعَظْمِ يَلُوحُ، فَأَكْتُبُ فِيهِ الْحَدِيثَ أَوِ الْمَسْأَلَةَ، وَكَانَتْ لَنَا جَرَّةٌ قَدِيمَةٌ، فَإِذَا امْتَلأَ الْعَظْمُ طَرَحْتُهُ فِي الْجَرَّةِ
"Setelah selesai menghafal Al-Quran, aku datang ke masjid dan duduk bersama para ulama untuk menghafal hadits dan masalah-masalah fiqh. Ibuku tidak memiliki uang untuk membeli buku, maka aku menjadikan tulang-tulang hewan untuk kujadikan sebagai catatan. Jika telah penuh, aku meletakkannya ke dalam sebuah bakul sehingga terkumpul di rumahku bakul berisi tulang-tulang."
Demikianlah, hingga akhirnya Imam Syafi'i berhasil menjadi ulama mujtahid besar yang terus dikenang hingga hari ini.
Sumber: Adab al-Syafi'i wa Manaqibuhu karya Ibnu Abi Hatim Ar-Razi. (YuanaRyanTresna)
Sewaktu kecil, Imam Syafi'i hidup sebagai anak yatim. Beliau hidup bersama ibunya yang miskin. Saat dibawa ke Kuttab untuk belajar, ibunya tidak mampu membayar iuran yang ditetapkan. Namun karena kecerdasan Imam Syafi'i, ia dibebaskan dari kewajiban membayar iuran itu.
Imam Syafi'i rahimahullah ta'ala bercerita:
كُنْتُ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أُمِّي، وَلَمْ يَكُنْ مَعَهَا مَا تُعْطِيَ الْمُعَلِّمَ، وَكَانَ الْمُعَلِّمُ قَدْ رَضِيَ مِنِّي أَنْ أَخْلُفَهُ إِذَا قَامَ، فَلَمَّا خَتَمْتُ الْقُرْآنَ، دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَكُنْتُ أُجَالِسُ الْعُلَمَاءَ، وَأَحْفَظُ الْحَدِيثَ أَوِ الْمَسْأَلَةِ، وَكَانَ مَنْزِلُنَا بِمَكَّةَ فِي شِعْبِ الْخَيْفِ، وَكُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى الْعَظْمِ يَلُوحُ، فَأَكْتُبُ فِيهِ الْحَدِيثَ أَوِ الْمَسْأَلَةَ، وَكَانَتْ لَنَا جَرَّةٌ قَدِيمَةٌ، فَإِذَا امْتَلأَ الْعَظْمُ طَرَحْتُهُ فِي الْجَرَّةِ
"Setelah selesai menghafal Al-Quran, aku datang ke masjid dan duduk bersama para ulama untuk menghafal hadits dan masalah-masalah fiqh. Ibuku tidak memiliki uang untuk membeli buku, maka aku menjadikan tulang-tulang hewan untuk kujadikan sebagai catatan. Jika telah penuh, aku meletakkannya ke dalam sebuah bakul sehingga terkumpul di rumahku bakul berisi tulang-tulang."
Demikianlah, hingga akhirnya Imam Syafi'i berhasil menjadi ulama mujtahid besar yang terus dikenang hingga hari ini.
Sumber: Adab al-Syafi'i wa Manaqibuhu karya Ibnu Abi Hatim Ar-Razi. (YuanaRyanTresna)