3 Tingkatan Ilmu dan Kriteria Peraihnya
Dalam terminologi Islam, menuntut ilmu itu wajib. Bahkan disebutkan, kewajiban menuntut ilmu itu dimulai ketika dalam buaian hingga ke liang lahat. Atau bahasa kerennya, "long life education".
Banyak sekali keutamaan bagi seorang penuntut ilmu, dan oleh Allah subhanahu wa ta'ala akan ditinggikan derajatnya, bagi sesiapa yang dengan penuh kesungguhan menimba ilmu.
Ilmu itu ada 3 tingkatan
Siapa pun yang baru memasuki tingkatan pertama, biasanya ia akan merasa KIBR (lebih alim dari yang lain).
Jika ia berhasil naik ke tingkatan ke-2, rasa tawadhu’ mulai muncul pada dirinya.
Dan barang siapa yang berhasil mencapai tingkatan ke-3, ia akan sadar, bahwa ia tidaklah mengetahui apapun dari ilmu melainkan sedikit sekali.
Mayoritas orang menghabiskan waktunya, terlena dan tertipu di tingkatan 1. Sehingga sibuk hujat sana hujat sini, vonis sana vonis sini, debat sana debat sini, merasa diri sudah bergelimang ilmu. Na’udzu billaah min dzaalik.
Hanya orang yang diberi taufik oleh Allah yang mampu mencapai tingkatan ke-2, hingga ia semakin tawadhu’, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, mengetahui mana perbedaan pendapat yang dapat ditolerir mana yang tidak, menyadari kadar kehormatan para ulama dan para pendahulunya dalam menuntut ilmu.
Lalu tingkatan ke-3 hanyalah dihuni oleh para ulama yang kokoh keilmuannya, tajam bashirohnya, merekalah ulama-ulama robbani yang siap -dengan izin Allah- menuntun thullabul ‘ilm (para penuntut ilmu) untuk mencapai tingkatan yang sama. Merekalah pelita di tengah kelamnya kejahilan akan agama, lentera pada kegelapan pikiran dan nalar, cahaya dalam suramnya taklid buta dan fanatisme.
Az-Zuhri (124 H) --imam besar hadits yang pertama membukukan secara khusus hadits-hadits Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam atas perintah dari Khalifah Umar bin Abdil Aziz- mengisahkan tentang diri beliau:
"Aku terus menuntut ilmu, hingga aku merasa cukup akan apa yang telah kuraih, hingga aku bertemu dengan Ubaidullah bin Utbah. Akhirnya aku sadar, bahwa aku belum meraih (ilmu) apapun.”
Ubaidullah bin Utbah --rohimahullah- adalah seorang tabiin (89 H), yang digolongkan sebagai salah satu fuqoha’us sab’ah (7 Ahli Fikih) di Kota Madinah. Semoga Allah merahmati mereka.
Mari berkaca kepada para salaf, perhatikan langkah demi langkah mereka menapaki jalan ilmu ini, koreksi niat, karena ilmu yang membuahkan ujub taklah berguna, malah dapat menjelma sebagai pembinasa.
Wallaahul Musta’aan.
Disadur dari tulisan:
Dr. Abdul Aziz Asy-Syayi’, hafidzahullah
Oleh:
Ustadz Abdullah Sya’roni Lc, hafidzahullah